Rabu, 02 Mei 2012

Penelitian

leh : Slameto, BK FIP UKSW
(Satya Wydya vol 15 No 1, 2002)

ABSTRAK Penelitian ini bermula dari adanya kesadaran akan peran orang tua utamanya ayah dalam pendidikan anak sesuai pilar MBS sebagai perwujudan reformasi pendidikan di Indonesia ditambah belum adanya studi tenatng itu. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi jenis peran ayah dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, seberapa tinggi tingkat peran ayah dan adakah hubungannya dengan prestasi belajar anak. Subyek penelitian ini 90 orang ayah dan 90 siswa kelas VI SD Laboratorium UKSW. Data yang dikumpulkan dengan angket dan studi dokumen daftar nilai ini dianalisa dengan teknik prosentase dan korelasi Kendall's Tau B dengan program SPSS Release 10.0. Hasil yang diperoleh ternyata peran ayah adalah sebagai provider (pada aras tinggi), pembimbing/ promblem solver (pada aras sedang), pendidik/teacher (pada aras tinggi), dan teladan/model (pada aras sedang). Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran ayah sebagai provider dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, nilai IPA dan IPS anaknya; Kegiatan ayah "menyediakan tempat belajar" dan "memberitahu cara mengatur jadwal" berkorelasi positif dengan nilai IPA, dan kegiatan "menandatangani buku konsultasi/PR" dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, Bahasa Indonesia dan IPS.


Selain itu juga terdapat korelasi negatif antara peran ayah sebagai pembimbing/problem solver dengan nilai Matematika anak; Kegiatan "memberitahu langkah-langkah yang perlu dilakukan" dengan nilai Matematika, "menanyakan apakah ada PR/tugas" dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, "menanyakan nilai yang diperoleh anak" dengan nilai Bahasa Indonesia, dan "menjelaskan perlunya belajar/sekolah dengan rajin" dengan nilai Bahasa Indonesia, Matematika dan IPS. Dengan temuan seperti itu, perlu disadari oleh guru/sekolah betapa pentingnya peran ayah dalam upaya peningkatan mutu/prestasi belajar siswa apalagi dalam dan melalui MBS.


Kata kunci : peran ayah : provider, problem solver, teacher, model, dan presstasi belajar. PENDAHULUAN
Ki Hajar Dewantoro memiliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting, karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia.


Sesuai UUSPN pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah sebagai pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal/keluarga ke formal/sekolah memerlukan kerjasama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Sehingga diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di sekolah (Idris, Z, 1981). Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya, menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak belajar di rumah dan atau membuat pekerjaan rumahnya.


Peranan orang tua bagi pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992) adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah (Bandingkan dengan Peters, 1974).


Dinamika kehidupan yang terus berkembang membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap kehidupan keluarga. Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga beserta dampak krisis yang ditandai dengan bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peran keluarga menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga. Struktur, pola hubungan, dan gaya hidup keluarga banyak mengalami perubahan. Kalau dulu biasanya ayah berperan sebagai pencari nafkah tunggal dan ibu sebagai pengelola utama kehidupan di rumah, maka sekarang banyak di antara keluarga (khususnya di kota-kota) yang tidak lagi seperti itu. Begitu pula kebiasan hidup lama dalam keluarga besar dengan banyak saudara yang disertai kakek/nenek dan bertetangga dengan famili dekat, maka sekarang banyak di antara keluarga yang kondisinya sudah menjadi sangat lain. Sekarang mereka hidup dalam keluarga-keluarga kecil tanpa nenek dan kakek dengan lingkungan tetangga yang sama-sama sibuk dan bukan saudara lagi.


Terlepas dari ragam dan jenis permasalahan keluarga yang begitu banyak, demikian juga bentuk dan wujud perubahan-perubahan yang terjadi, pergeseran-pergeseran tersebut membuat semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dialami keluarga yang pada gilirannya akan memberikan dampak tertentu terhadap pendidikan anak. Untuk dapat berkembang secara sehat dan sejalan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat, dengan sendirinya anak dan orang tua perlu melakukan penyesuaian (Semiawan, C.R. 1999/2000).


Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai salah satu (dari 3) pilar keberhasilannya.


Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa bila orang tua berperan dalam pendidikan, anaknya menunjukkan peningkatan prestasi belajarnya, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Daugherti dan Kurosaka: 2002). Peranan ayah menjadi menarik untuk dikaji mengingat makin banyak ibu yang semula sebagai ibu rumah tangga kini menjadi wanita karir/bekerja sehingga kesempatan, perhatian, dan perlakuannya terhadap anak menjadi berkurang. Konsekuensinya semula ayah di samping tetap berkonsentrasi sebagai tulang punggung ekonomi keluarga yang tetap bekerja juga di tuntut lebih banyak berperan dalam pendidikan anaknya.


Berdasarkan hasil penelitian di AS terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya menujukkan jika peranan ayah dalam pendidikan anak berkurang/ terabaikan atau tak dilakukan maka terjadi peningkatan yang signifikan: (1) Jumlah anak putri belasan tahun hamil tanpa menikah, (2) Kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak, dan (3) Patologi psiko-sosial (Daugherti dan Kurosaka: 2002). Lebih lanjut ditemukan juga bahwa absennya peranan ayah jauh lebih signifikan dampak negatifnya bagi anak (seperti di atas) dibanding absennya peranan ibu. Maka wajar jika US Departemen of Justice pada tahun 1988 menyatakan bahwa ketidak-adanya peranan ayah dalam pendidikan anak menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan anak-anaknya (Fathering Interprises: 1995-1996).


Sebaliknya, sejalan dengan temuan Daugherti dan Kurosaka (2002), jika dalam keluarga ayah berperan dalam pendidikan anaknya, akan meningkatkan prestasi belajarnya, pengembangan potensi keteguhan perkawinannya kelak setelah dewasa/berkeluarga (Mitcalf: 2002). Mengingat demikian penting peranan ayah apalagi dalam masyarakat yang patrilinear ini, maka studi tentang peranan ayah dalam pendidikan anak menjadi bermanfaat dalam reformasi pendidikan utamanya melalui peningkatan mutu atau yang lebih populer dengan MPMBS, apalagi dikaitkan dengan prestasi belajar anak. Selain itu, studi ini juga mendesak mengingat sepanjang pengetahuan penulis, studi semacam ini belum ada di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah diidentifikasi minimal 5 masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apa peranan orang tua - terutama ayah - dalam pendidikan anak, jika telah ditemukan, adakah perbedaannya dengan peranan ibu?
2. Seberapa tinggi peranan ayah bagi anaknya laki maupun perempuan, adakah perbedaannya?
3. Adakah hubungan peranan ayah dengan tingkat pencapaian hasil belajar (bidang akademik) anaknya?
4. Apakah terdapat hubungan antara peranan ayah dengan perkembangan anak dalam bidang perkembangan kepribadian, sosial, dan moral?
5. Apa yang dapat dilakukan oleh guru/sekolah yang memegang satu pilar MBS untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui kerjasama dengan orang tua agar berperan dalam pendidikan anaknya. Mengingat terbatasnya dana, waktu, dan tenaga, maka penulis memilih dan membatasi masalah penelitian ini hanya pada no 1, 2, dan 3 di atas itupun difokuskan hanya pada peranan ayah dengan mengabaikan perbedaan terhadap anak laki/perempuan. Penelitian dilakukan di SD Laboratorium UKSW Salatiga.


TINJAUAN PUSTAKA
Dalam keluarga A.S. seperti yang diamati McAdoo (2002) berkaitan dengan peran ayah disimpulkan bahwa banyak ayah yang mengambil bagian dalam pendidikan anaknya, membahasnya dengan guru tentang penyesuaian anaknya, dan mengajarkan tentang ketrampilan-ketrampilan menghadapi tantangan di masyarakat. Untuk itu ayah memainkan peranan sebagai: (1) Provider (penyedia dan pemberi fasilitas), (2) Protector (pemberi perlindungan), (3) Decision Maker (pembuat keputusan), (4) Child Specialiser and Educator (pendidik dan yang menjadikan anak sosial) dan (5) Nurtured Mother (pendamping ibu).


Menurut Riley & Shalala (2000) dan Brown (2000) peran ayah itu spesial karena mempunyai efek bagi anak "What's Special about Father's Involvement?". Menurutnya ada 4 peran yaitu: (1) Modeling adult male behavior, (2) Making Choices, (3) Problem Solving abilities, (4) Providing Finansial and Emotional Support. Sedangkan Evans (1999) menyebut peranan ayah pada umumnya itu dengan Five Ps yaitu: (1) Problem-Solver, (2) Playmate, (3) Punisher, (4) Provider, dan (5) Preparer.


Selanjutnya dengan mengadakan analisa faktor DADS inventory, Hilliard (1996) menemukan peran ayah dalam hubungannya dengan anak menjadi 3 faktor yaitu Communication, Commitment, dan Religiosity.


Jain, Belsky dan Crnic (1996) menyimpulkan peran ayah kedalam 4 tipe yang ditentukannya yaitu (1) Caretakers, (2) Playmates-Teacher, (3) Disciplin-arians, dan (4) Disengaged. Beda dengan Hart (1999) yang tegas langsung mengatakan arti keterlibatan ayah bagi anaknya sebagai: (1) Economic Provider, (2) Friend and Playmate, (3) Caregiver, (4) Teacher and Role Model, (5) Monitor and Disciplinarian, (6) Protector, (7) Advocate, dan (8) Resource. Rocky Mountain Family Council (2002) mengutip Kyle Pruett yang menyatakan bahwa anak-anak yang sukses ayahnya mendemonstrasikan: tanggung jawab, membantu membentuk perilakunya yang tepat dan mantap, memberi contoh bagaimana menghadapi (persoalan) hidup sehari-hari, serta perlunya prestasi (belajar) dan produktivitas.


Selanjutnya berkaitan dengan apa yang dilakukan ayah dalam memainkan peranan bagi pendidikan anaknya. Seiderman dalam Parenting Pathaways (1998) menyatakan peran ayah itu adalah: (1) Spend as much time with your child as possible, (2) Take an active role in your child development, (3) Get involved with your child's education, (4) Be a role model for your child, (5) Make sure your child is in good health.


The Family Workers (2002) menyimpulkan bahwa ayah siswa SD s/d SMTA sekarang ini terlihat berperan serta dalam membantu anak dalam belajar/mengerjakan PR, pada akhir pekan mengajak anak-anaknya ke museum, dan menjadi relawan di sekolah anaknya. Sedangkan menurut Jacobson (1996) khusus bagi anak perempuan peranan yang disarankan agar ayah: (1) Do something you're comportable with, (2) Don't under estimate the kids, (3) Hold their attention, and (4) Enjoy yourself, sesudah ke 4 hal tadi kemudian terlibatlah dengan (5) Let the girl do the work, and (6) Get other father's involved.


Dalam keluarga menurut Riley & Shalala (2000) ayah dapat (1) Read with their children, (2) Establish a daily routine, (3) Make the most of bedtime, and (3) Bedtime is a terrific opportunity for fathers to connect with their children. Sedangkan menurut Bloir (2002) terdapat 10 langkah kegiatan untuk menjadi ayah yang lebih baik di rumah yaitu: (1) Use genuine encounter moments, (2) Actions speak louder than words, (3) Give children appropriate ways to feel power, (4) Use natural consequences, (5) Use logical consequences, (6) Withdraw from conflict, (7) Separate the deed from the doer, (8) Be consistent and follow through, (9) Parent with the "end" in mind, and (10) Be kind and firm at the same time.


Di sekolah Menurut Riley & Shalala (2000) ayah dapat: (1) Participate in efforts to keep their children's schools or childcare centers safe, (2) Plan for the future by talking with their children and school counselors about future high school courses and postsecondary career options, (3) Attend parent-teacher conferences and school or class events, (4) Volunteer at school, (5) Visit their child's school or center, (6) Meet their child's teachers and learn about school curriculum, and how to become involved in activities, (7) Pitch in to help meet school and program needs, such as installing new playground equipment, cooking at a school picnic or painting and repairing school property, and (8) Join the Parent Teacher Association or other parent groups at their child's school or childcare center. Menurut The Family Works ( 2002) ayah di sekolah berperan sebagai berikut: (1) Impress on your child how important it is to get a good education and to do your very best at school, (2) visit your child's classroom, volunteer to chaperon a field trip, prepare a treat for a special occasion, (3) talk with your child at home about what is happening at school, and (4) initiate contact with school staff. Di masyarakat menurut Riley & Shalala (2000) ayah dapat: (1) Play or coach a game or sport they like with their children on a regular basis, (2) Become involved in community activities by joining a community group, place of worship, union or professional group to participate with their children in an ongoing service activity, (3) Take time for family outings to places such as libraries, zoos, museums, concerts and sports events or other recreational events, and (4) Use their community learning center to participate in after-school and evening educational and recreational activities.


Pada akhirnya NCOFF (2001) telah berhasil mengembangkan indikator ayah sebagai kerangka kerja/alat untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif sebagai berikut: (1) father presence - engagement, availability and responsibility; (2) care-giving - nurturance and maintenance of child's well-being, health and appearance; (3) social competence - efforts to develop and enhance child's social competence and academic achievement; (4) cooperative parenting - parents and other caregivers have a supportive, interdependent relationship aimed at optimal child development; (5) fathers' healthy living - serving as a role model through healthy lifestyle, education and appropriate social behaviors; and (6) material and financial contributions - engaging in consistent activities that provide material and financial support to children. Berdasarkan penelusuran literatur seperti di atas dapatlah penulis fahami bahwa peranan ayah dalam pendidikan anak adalah seperangkat kegiatan terpola yang biasa/sering dilakukannya sebagai: 1. Provider yaitu Penyedia fasilitas belajar: tempat dan peralatan belajar, buku dan alat-alat tulis, jadwal belajar dan kegiatan sehari-hari, buku konsultasi/PR/ latihan. 2. Teacher atau Pendidik: menjelaskan perlunya dan menasehati agar belajar dengan rajin dan berprestasi, apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan, menegur bila anak lali tugas dan memberi sanksi jika dipandang perlu. 3. Problem Solver atau Pembimbing: membantu memcahkan masalah anak dan pembuat keputusan dalam belajar/sekolah, menyangkut langkah-langkah apa saja yang ditempuh anak dalam belajar, menceknya, dan menanyakan nilai yang diperoleh di sekolah. 4. Model atau Teladan kehidupan rutin setiap hari: mengatur waktu nonton TV, menyuruh anak belajar sesuai jadwal.


PERAN AYAH DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PRESATASI BELAJAR ANAK


Ayah menurut Bloir (2000) dapat berperan penting bagi perkembangan pribadi anak, baik sosial, emosional maupun itelektualnya. Pada diri anak akan tumbuh motivasi, kesadaran dirinya, dan identitas skill serta kekuatan/ kemampuan-kemampuannya sehingga memberi peluang untuk sukses belajarnya, identitas gender yang sehat, perkembangan moral dengan nilainya dan sukses lebih primer dalam keluarga dan kerja/kariernya kelak. Terhadap semua itu pengaruh peran ayah yang paling kuat adalah terhadap prestasi belajar anak dan hubungan sosial yang harmonis.


Menurut National Parent Teacher Asosiation (2002) yang mendasarkan hasil-hasil penelitian selama 30 tahun terakhir, menyimpulkan manfaat peran ayah bagi anak adalah makin baiknya tumbuh kembang anak secara fisik, sosio-emosional, ketrampilan kognitif, pengetahuan dan bagaimana anak belajar sehingga prestasi belajarnya lebih tinggi sering mendapat nilai A (9-10), kehadiran sekolah lebih tertib/disiplin serta aktif dalam ekstrakurikuler, menyelesaikan dengan tepat dan benar PR, bersikap lebih positif terhadap sekolah, masuk ranking yang lebih tinggi dan setamat SMTA memasuki Perguruan Tinggi favorit.


Di samping siswa mendapat nilai yang tinggi, mereka memiliki sikap yang positif terhadap sekolah sehingga rajin mengikuti kegiatan baik intra maupun ekstra kurikuler, akan menangkal anak dari keterlibatannya dalam kenakalan remaja, seperti mangkir, tawuran, miras, narkoba, kehamilan dini dan kriminalitas (bandingkan dengan Hart 2002, ESRC, 2001, Brown, 2000, Riley dan Shalala, 2000, Evan, 1999, Nord, 2000, US Dept. of Education, 2002).


Bagaimana sederet pengaruh positif itu terwujud? Menurut Hart (1999) sesuai peran ayah sebagai "Economic Provider," ayah memenuhi kebutuhan finansial anak untuk biaya sekolah, membeli peralatan belajar, dan perlengkapannya sehingga anak merasa aman mengikuti pelajaran, dan dapat belajar dengan lancar di rumah; Sebagai "Friend and Playmate", melalui permainan dengan anak, ayah dapat bergurau/humor yang sehat, dapat menjalin hubungan yang baik sehingga problem, kesulitan dan stress dapat dikeluarkan, pada akhirnya tidak mengganggu belajar dan perkembangannya; Sebagai "Caregiver" ayah dapat dengan sering melakukan stimulasi afeksi dalam berbagai bentuk sehingga membuat anak merasa nyaman dan penuh kehangatan; Sebagai "Teacher and Role Model" ayah bertanggung jawab mengajari tentang apa saja yang diperlukan anak untuk kehidupan selanjutnya dalam berbagai kehidupan melalui latihan dan teladan yang baik sehingga berpengaruh positif bagi anak; Sebagai "Monitor and Disiplinarian", ayah memonitor/mengawasi perilaku anak, begitu ada tanda-tanda awal penyimpangan bisa segera terdeteksi sehingga disiplin perilaku anak bisa pula segera ditegakkan; Sebagai "Protector" ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak sehingga anak terbebas dari kesulitan resiko/bahaya selagi ayah atau ibu tidak bersamanya; Sebagai "Advocate" ayah siap membantu, mendampingi dan membela anak jika ada kesulitan/masalah, dengan demikian anak merasa aman, tidak sendiri, dan ada tempat untuk berkonsultasi, dan itu adalah ayahnya sendiri; Sebagai "Resource" dengan berbagai cara dan bentuknya, ayah dapat mendukung keberhasilan anak (bandingkan dengan Byrum 1996, Riley dan Shalala 2000, Brown 2000).


Hasil penelitian US Departement Of Education yang di acu Wood Elementary Dad's Club (2002) diperoleh bahwa siswa-siswa yang mendapat nilai A (Setara 9-10) ternyata 51% ayah dan ibu yang berperan pada aras tinggi, atau 48% hanya ayah saja yang berperan tinggi, atau 44% hanya ibu saja yang berperan tinggi, dan atau 27% baik ayah maupun ibu yang berperan pada aras yang rendah. Sedangkan di kalangan siswa yang tinggal klas, 6% saja yang baik ayah maupun ibu berperan tinggi, atau 9% hanya ibu saja yang berperan tinggi, dan atau 21% baik ayah maupun ibu yang berperan rendah. Ditemukan juga oleh Nord (1998) bahwa dikalangan siswa yang mendapat nilai A (setara 9-10) separo siswa ternyata hanya ayahnya saja yang berperan pada aras tinggi, dan sepertiga siswa ternyata ayahnya hanya berperan pada aras yang rendah. Berdasarkan paparan di atas dapatlah difahami betapa penting peranan ayah bukan hanya untuk keberhasilan belajar anak, tetapi juga untuk keseluruhan aspek perkembangan anak baik masa anak sekolah bahkan sampai anak dewasa berkeluarga dan berkarya. Sehubungan dengan prestasi belajar anak, ternyata peran ayah jauh lebih signifikan daripada peran ibu. Besarnya pengaruh peran ayah yang tinggi ternyata dua kali lipat dari peran ayah yang rendah.


HASIL PENELITIAN
Angket yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari 15 item yang sudah teruji memenuhi sayarat yaitu memiliki Corrected item-total correlation minimal 0,400., dan memiliki reliabilitas Alpha sebesar 0,8377 dan ini termasuk kategori bagus (good) (Suhartono, 1999). Hasil analisis diperoleh jumlah ayah yang berperan bagi anaknya seperti tabel 1 berikut ini. Tabel 1
Jumlah/prosentase ayah menurut peran/kegiatannya
No Peran /Kegiatan Jumlah %
I Provider 67 74,4
1. Menyediakan tempat belajar yang memadai. 76 84,4
2. Membelikan buku dan alat-alat tulis. 71 78,9
3. Memberitahu bagaimana mengatur jadwal kegiatan belajar. 55 61,1
4. Menandatangani buku konsultasi/PR. 66 73,3
II. Pembimbing/Problem Solver 48,8 54,2
5. Memberitahu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam belajar. 56 62,2
6. Menanyakan apakah ada PR/tugas-tugas yang perlu dikerjakan 46 51,1
7. Mencek apakah anak sudah belajar/mengerjakan tugas-tugasnya. 35 38,9
8. Menanyakan nilai/hasil belajar anak. 46 57,1
9. Menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak. 61 67,8
III. Pendidik/Teacher 67,3 74,7
10. Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah dengan rajin. 67 74,4
11. Memberitahukan hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di sekolah dan rumah dalam belajar. 56 62,2
12. Menegur bila anak lalai tugas/tanggung jawab. 67 74,4
13. Menasehati anak agar belajar dengan sungguh-sungguh agar memperoleh nilai yang tinggi. 79 87,8
IV. Teladan/Model 50 55,5
14. Mengatur waktu anak dan belajar menonton TV/video. 50 55,5
15. Menyuruh anak belajar sesuai jadwal. 50 55,5


Berdasar data tersaji di atas, ternyata tidak ada satu kegiatan pun yang tidak dilakukan oleh ayah. 15 kegiatan yang menjadi indikator peran ayah di atas ternyata kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh ayah adalah "mencek apakah anak sudah belajar/mengerjakan tugas-tugasnya" (dilakukan oleh 35 orang atau 38,9 % ayah), dan yang paling banyak adalah "menasehati anak agar belajar dengan sungguh-sungguh agar memperoleh nilai yang tinggi" (dilakukan oleh 79 orang atau 87,8 % ayah). Dengan demikian keempat peran ayah dilakukan oleh hampir 50 % atau lebih orang. Peran yang paling banyak dilakukan adalah sebagai provider, dan yang paling rendah adalah sebagai pembimbing. Sebagai pembanding, hasil penelitian Lightfoot (2002) ternyata 40 % ayah tidak pernah membaca untuk anaknya, 58 % tak pernah jadi relawan di sekolah anaknya, 77 % tidak pernah makan bersama anak, dan kurang dari 50 % yang tahu nama guru-guru di sekolah anaknya.


Selanjutnya sebagai variabel interval, jumlah (%) ayah sesuai perannya dapat disajikan dalam tabel 2 berikut ini .
Tabel 2
Jumlah (%) ayah menurut tingkat peran yang dimainkanya
No Peran Ayah Rendah (0,00-0,33) Sedang (0,34-0,66) Tinggi(0,67-1,00) Mean Sd
1. Provider 13,4 12,2 74,4 0,7444 0,3067
2. Pembimbing 28,9 33,3 37,8 0,5422 0,3355
3. Pendidik 13,4 13,4 73,2 0,7472 0,3182
4. Teladan 32,2 24,4 43,3 0,5556 0,4335
5. Dalam Penddk 11,1 45,5 43,3 0,6474 0,2602


Berdasarkan hasil analisa pada tabel di atas ternyata distribusi data menyebar pada tiap kategori peran, walaupun kegiatan peran yang pada umumnya dilakukan ayah adalah sebagai provider dan pendidik (hampir tiga perempat ayah memainkan peran ini pada aras yang tinggi). Sedangkan dua peran yang lain yaitu sebagai pembimbing dan teladan hanya dimainkan oleh sekitar 40 % ayah pada aras yang tinggi. Sebagian besar ayah memainkan kedua peran tersebut pada aras sedang. Secara keseluruhan sebagian besar ayah berperan dalam pendidikan anaknya berada pada aras yang sedang cenderung tinggi. Sebagai pembanding, hasil penelitian Nord (1998) ternyata 27 % ayah berperan di sekolah anaknya pada aras tinggi, dan 50 % pada aras yang rendah. Distribusi prestasi belajar siswa yang ayahnya berperan seperti di atas dapatlah disajikan dalam rangkuman tabel 3 berikut.
Tabel 3
Gambaran prestasi belajar siswa
No. Mata Pelajaran 4 5 6 7 8 9 Rata-rata
1. Bahasa Indonesia 0 0 9 17 36 23 8,0059
2. Matematika 1 14 25 19 18 8 6,8647
3. Ilmu Pengetahuan Alam 1 10 17 29 21 7 7,0706
4. Ilmu Pengetahuan Sosial 0 8 21 30 24 2 7,0882
5. Rata-rata semua mata pelajaran 0 3 20 40 22 0 7,4300


Berdasarkan data di atas ternyata nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan yang terbaik karena sebagian besar siswa memiliki nilai 8 - 9. Sedangkan mata pelajaran Matematika yang terjelek karena hampir separo siswa memiliki nilai 4 - 6. Terdapat 34 siswa yang nilainya di bawah 6/merah pada mata pelajaran Matematika, IPA dan IPS.


HUBUNGAN PERAN AYAH DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAKNYA
Sebelum dilakukan analisa lanjut, penulis perlu menguji asumsi yang dipersyaratkan sebelumnya untuk menetapkan bisa tidaknya menggunakan tehnik analisa korelasi. Hasil analisis uji kenormalan variabel diperoleh seperti terangkum dalam tabel 4 berikut.
Tabel 4
Rangkuman hasil uji kenormalan variabel penelitian
Variabel Kolmogorov - Smirnov
Statistik Df Sig.
1. Nilai rata-rata2. Peran ayah 0,0750,091 8585 0,200*0,079*


Mengingat hasil uji seperti di atas dimana signifikansi nilai rata-rata = 0,200 lebih besar dari a = 0,05 maka variabel rata-rata nilai siswa termasuk berdistribusi normal, demikian juga variabel peran ayah di mana signifikansi = 0,079 > 0,05.
Selain uji normalitas penulis juga mengadakan uji homogenitas dari dua variabel yang diteliti dan hasilnya seperti terangkum dalam tabel 5 berikut.
Tabel 5
Rangkuman hasil uji homogenitas variabel penelitian
Variabel Levene Statistik Df 1 df 2 Sig.
Nilai rata-rataPeran ayah 7,1554,289 11 8383 0,0090,041


Berdasar hasil analisa di atas ternyata diperoleh signifikansi nilai rata-rata = 0,009 dan ini lebih kecil dari a = 0,05 sehingga variabel ini tidak homogen. Demikian juga peran ayah di mana signifikansinya = 0,041 lebih kecil dari a = 0,05. Mengingat syarat homogenitas variabel tidak terpenuhi, maka penulis menetapkan analisa selanjutnya dengan tehnik non parametrik dan dipilih korelasi Kendall's Tau B.
Dengan menggunakan analisis korelasi Kendall's Tau B diperoleh hasil yang terekap dalam tabel 6 berikut.
Tabel 6
Rekap hasil analisis Korelasi Kendall's Tau B
Variabel Nilai Rata-rata Bahasa Indonesia Matematika IPA IPS
Peran ayah r - 0,033 0,000 - 0,069 - 0,033 0,000
sig. 0,331 0,500 0,193 0,340 0,498
Provider r 0,152* 0,127 0,084 0,212** 0,188*
sig. 0,024 0,080 0,169 0,008 0,017
Pembimbing r - 0,111 - 0,137 - 0,144* - 0,065 - 0,084
sig. 0,082 0,056 0,043 0,220 0,160
Pendidik r - 0,047 - 0,095 - 0,119 - 0,069 - 0,091
sig. 0,286 0,146 0,087 0,216 0,150
Teladan r - 0,020 0,045 - 0,040 - 0,087 0,010
sig. 0,407 0,313 0,330 0,167 0,454
* = signifikan pada a = 0,05
** = signifikan pada a = 0,01


Berdasarkan hasil analisa korelasi di atas ternyata cukup mengejutkan karena secara keseluruhan peran ayah dalam pendidikan anak tidak berkorelasi baik dengan rata-rata nilai mata pelajaran anaknya maupun dengan nilai Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS. Namun setelah dilihat tiap perannya, sebagai Provider peran ini berkorelasi positif dan signifikan dengan nilai rata-rata semua mata pelajaran juga dengan nilai IPA dan IPS, sedangkan sebagai pembimbing justru berkorelasi negatif dan signifikan dengan nilai pelajaran matematika anaknya. Sedangkan sebagai Pendidik dan Teladan tidak berkorelasi dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, dan dengan 4 mata pelajaran yang lain.


Mengingat sebagai variabel peran ayah tidak berkorelasi dengan prestasi belajar anaknya, maka penulis menganalisa lebih lanjut korelasi tiap kegiatan dengan nilai mata pelajaran yang hasilnya tersaji dalam tabel 7 berikut.


Tabel 7
Rekap hasil analisis korelasi Kendall's Tau B kegiatan ayah dalam memainkan peranannya dengan prestasi belajar anaknya


No Peran/Kegiatan Nilai Rata-rata Bhs. Ind Mat. IPA IPS
1. Menyediakan tempat belajar r 0,109 0,007 0,050 0,157* 0,060
sig. 0,114 0,472 0,300 0,050 0,266
2. Membelikan buku dan alat-alat tulis. r 0,031 0,068 0,003 0,115 0,060
sig. 0,367 0,241 0,489 0,114 0,266
3. Memberitahu pengaturan jadwal r 0,075 0,110 -0,019 0,187* 0,105
sig. 0,203 0,958 0,422 0,025 0,135
4. Menandatangani buku konsultasi/PR r 0,179* 0,160* 0,119 0,141 0,183*
sig. 0.024 0,049 0,105 0,069 0,027
5. Memberitahu langkah-langkah belajar r -0,086 -0,157 -0,196* -0,078 -0,073
sig. 0,170 0,60 0.020 0,206 0,223
6. Menanyakan PR/tugas r -0,175* -0,115 -0.128 -0,139 -0,156
sig. 0,026 0,119 0,089 0,072 0,050
7. Mencek anak belajar r -0,095 -0,130 -0,093 -0,090 -0,076
sig. 0,147 0,091 0,162 0,173 0,214
8. Menanyakan nilai anak. r -0,088 -0,162* -0,073 0,027 -0,103
sig. 0,164 0,048 0,221 0,414 0,141
9. Menanyakan kesulitan anak r 0,008 0,013 -0,078 0,032 0,082
sig. 0,465 0,449 0,207 0,367 0,195
10. Menjelaskan perlunya belajar r -0,142 -0,191* -0,237** 0,037 -0,190*
sig. 0,058 0,025 0,006 0,348 0,023
11. Memberitahukan aturan belajar. r 0,010 -0,049 -0,028 0,017 -0,017
sig. 0,455 0,308 0,383 0,429 0,427
12. Menegur anak r 0,059 0,080 0,038 -,047 -0,005
sig. 0,257 0,206 0,343 0,312 0,480
13. Menasehati agar belajar sungguh 2 r -0,067 -0,079 -0,115 -0,073 -0,073
sig. 0,231 0,207 0,113 0,222 0,222
14. Mengatur waktu belajar/menonton TV r 0,063 -0,045 -0,106 -0,101 0,049
sig. 0,242 0,321 0,132 0,145 0,302
15. Menyuruh belajar sesuai jadwal. r 0,030 0,116 0,035 -0,052 0,067
sig. 0,369 0,116 0,356 0,293 0,242
* = signifikan pada a = 0,05
** = signifikan pada a = 0,01


Berdasar hasil analisa korelasi Kendall's Tau B seperti tersaji di atas ternyata dari ke 15 item kegiatan terdapat 7 item yang berkorelasi dengan prestasi belajar anak. Tiga kegiatan berkorelasi positif dan signifikan yaitu: 1) "Menyediakan tempat belajar yang memadai", dan 2) "Memberitahu bagaimana mengatur jadwal belajar" dengan nilai IPA, serta 3)"Menandatangani buku konsultasi/PR" dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, nilai Bahasa Indonesia, dan dengan nilai IPS. Sedangkan 4 item kegiatan yang berkorelasi negatif adalah : 1) "Memberitahu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam belajar" dengan nilai Matematika, 2) "Menanyakan apakah ada PR/tugas-tugas yang perlu dikerjakan", dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, 3) "Menanyakan berapa nilai/hasil belajar yang diperoleh anak" dengan nilai Bahasa Indonesia, dan 4) "Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah yang rajin" dengan nilai Bahasa Indonesia, nilai Matematika, dan dengan nilai IPS.


PEMBAHASAN
Berdasarkan desain instrumen ternyata 4 faktor dengan 15 item kegiatannya itu semuanya dilakukan ayah di rumah. Dengan demikian peran ayah di sekolah maupun di masyarakat tidak ada. Tidak adanya peran ayah di sekolah bisa terjadi memang sekolah kita - sekalipun sekolah laboratorium - kurang memberi peluang adanya peran ayah di sekolah dalam pendidikan anak tidak seperti diungkap oleh literatur/hasil-hasil penelitian di negara-negara maju. Hal yang sama rupanya terjadi pada peran ayah di masyarakat bagi pendidikan anak. Sekolah kita belum di kelola dengan manajemen yang berbasis pada masyarakat, sehingga wajar jika peran ayah masih terbatas di rumah/keluarga saja.


Hubungan peran ayah dengan prestasi belajar anak ternyata tidak sepantastis seperti diungkap dalam literatur/hasil-hasil penelitian di negara-negara maju. Hanya sebagai Provider peran ayah berkorelasi positif dengan nilai rata-rata semua mata pelajaran, dengan nilai IPA dan dengan nilai IPS. Mengingat sekolah dan PBM belum dikelola dengan MBS sehingga tidak ada partisipasi orang tua dalam pendidikan anak di sekolah, maka wajar jika peran orang tua tidak banyak berkorelasi dengan prestasi belajar anak. Hal ini bukan berarti peran ayah tidak penting. Perlunya partisipasi ayah di sekolah terindikasi dengan kegiatan "Menandatangani buku konsultasi/PR" yang berkorelasi positif dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, dengan nilai Bahasa Indonesia, dan dengan nilai IPS. Kegiatan ini telah dilakukan oleh sebagian besar ayah (73,3 %). Maka dari itu jika sejak awal sekolah dan PBM didesain dengan manajemen yang berbasis sekolah di mana salah satu (dari 3) pilar utamanmya adalah partisipasi orang tua dalam pendidikan (kurikulum, PBM, evaluasi, teknologi/media, dan lain-lain) di sekolah, pasti peran/kegiatan ayah menjadi berarti bagi peningkatan prestasi belajar anaknya.


Korelasi negatif antara peran ayah sebagai Pembimbing/Problem Solver dengan nilai Matematika ini mengejutkan penulis karena justru bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh literatur/hasil-hasil penelitian di negara-negara maju, justru peran ayah yang tinggi sebagai Pembimbing dengan kegiatan: a) "Memberitahu langkah-langkah yang harus dilakukan anak dalam belajar" berkorelasi negatif dengan nilai Matematika, b). "Menanyakan apakah ada PR/tugas-tugas yang perlu dikerjakan" berkorelasi negatif dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, c). "Menanyakan nilai/hasil yang diperoleh anak" berkorelasi negatif dengan nilai Bahasa Indonesia; Selain itu "Menjelaskan mengapa anak perlu belajar dan sekolah dengan rajin" sebagai kegiatan ayah dalam berperan sebagai Pendidik/Teacher juga berkorelasi negatif dengan nilai Bahasa Indonesia, Matematika dan IPS. Hal tersebut janganlah dimaknai makin tinggi peran ayah dalam 3 kegiatan di atas berarti makin rendah nilai mata pela jaran Bahasa Indonesia, Matematika dan IPS, tetapi hendaknya difahami betapa besar konsern ayah bagi anaknya sehingga jika anak mendapat masalah dengan nilai yang jelek/rendah maka ayah menjadi lebih peduli ikut mencari jalan keluar melalui pemberian penjelasan tentang perlunya belajar dan sekolah dengan rajin, siapa tahu nilai anak rendah karena belum sadar akan perlunya belajar; Memberitahu langkah-langkah kegiatan belajar yang perlu dilakukan dengan anggapan anak mendapat nilai rendah belum tahu (belum bisa) menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar yang harus dilakukan agar sukses. Pada akhirnya ayah memandang perlu memonitor perkembangan siswa dengan jalan menanyakan apakah ada PR/tugas-tugas yang perlu dilakukan dan menanyakan nilai/hasil belajar yang diperoleh, adakah kemajuan? Bukankah peran ayah adalah sebagai Pendidik/Teacher dan Pembimbing/Problem Solver ?


Delapan kegiatan ayah yang tidak berkorelasi dengan prestasi belajar anak bukan berarti tidak perlu dilakukan, mengingat dampak kegiatan/peran ayah yang penulis teliti hanya terhadap perestasi belajar padahal dampak manfaatnya bukan hanya terhadap prestasi belajar saja, tetapi juga terhadap perkembangan anak lebih luas, sayangnya penulis tidak meneliti itu.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Peran ayah dalam pendidikan anaknya adalah sebagai: (a) Provider: 1) menyediakan tempat belajar yang memadai, 2) membelikan buku dan alat-alat tulis, 3) memberitahu cara mengatur jadwal dan 4) menandatangani buku konsultasi dan PR; (b) Pembimbing/Problem Solver: 5) memberitahu langkah-langkah belajar, 6) menanyakan ada tugas/PR anak, 7) mencek belajar anak, 8) menanyakan nilai yang diperoleh, dan 9) kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak; (c) Pendidik/Teacher: 10) menjelaskan perlunya belajar dan sekolah, 11) memberitahu hal-hal yang boleh/tak boleh dilakukan, 12) menegur anak bila lalai tugas, dan 13) menasehati agar belajar dengan sungguh-sungguh; (d) Teladan/Model : 14) mengatur waktu nonton TV/video dan 15) menyuruh anak belajar sesuai jadwal.


2. Lima belas kegiatan peran tersebut semua dilakukan oleh ayah mulai terendah 39% sampai dengan tertinggi 88% dengan rata-rata 64%. Para ayah memainkan peran sebagai: (a) Provider pada aras tinggi, (b) Pembimbing/ Problem Solver pada aras sedang, (c) Pendidik/Teacher pada aras tinggi, dan (d) Teladan/Model pada aras sedang.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran ayah sebagai Provider dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, nilai mata pelajaran IPA dan nilai mata pelajaran IPS; Kegiatan ayah dalam berperan sebagai Provider utamanya adalah "Menyediakan tempat belajar yang memadai", dan "Memberitahu cara-cara mengatur jadwal", berkorelasi positif dengan nilai IPA, dan "Menandatangani buku konsultasi/PR" berkorelasi positif dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan IPS anak.


4. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara peran ayah sebagai Pembimbing/Problem Solver dengan nilai mata pelajaran Matematika. Selain itu juga terdapat hubungan negatif antara kegiatan ayah : a) "Memberitahu langkah-langkah yang perlu dilakukan anak dalam belajar" dengan nilai mata pelajaran Matematika., b) "Menanyakan ada tidaknya tugas/PR" dengan rata-rata nilai semua mata pelajaran, c) "Menanyakan nilai yang diperoleh anak" dengan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan d) "Menjelaskan anak perlunya belajar dan sekolah dengan rajin" dengan nilai mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPS.


SARAN
Guna meningkatkan prestasi siswa, orang tua perlu meningkatkan perannya sebagai Provider utamanya menyediakan tempat belajar yang memadai, memberitahu cara mengatur jadwal anak, dan menandatangani buku konsultasi/ PR. Untuk itu guru/sekolah perlu bekerjasama dengan orang tua dalam bidang yang lebih luas (selain finansial) seperti kurikulum, PBM, evaluasi, dan lain-lain, sebagaimana yang dituntut MBS. Selain itu instrumen yang penulis kembangkan perlu replikasi bagi penelitian lanjut di sekolah bukan laboratorium dan guna mendalami mengapa peran ayah berdampak pada prestasi belajar anak baik positif maupun negatif.
DAFTAR PUSTAKA

Bloir, K. 2002, What About Dad?. http://ohioline.osn.edn/ hygfact/5000/5155.htm/. (11/23/02)

Brown, T. 2000, What Special About Father's Involvement? http://www.balco nesbank.community.com/voices/father.asp. (12/16/02)

Byrum, S. 1996, New Roles For Dads: Father as Role Models and Mentors. http://www.negs.org/. (12/16/02)

Dougherty, T. & Kurosaka, L. 2002, USCB Study of Children from Fatherless Homes. http://www.fathermag.com/news/2776-USCB.shtml.(12/14/02)

ESRC. 2001, Father Involvement and Outcomes in Adolescence and Adulthood. http://www.Literacutrust.org.UK/Research/fatherinvolve.tm/. (12/16/02)

Evans, G.D. 1999, The Common Roles of Fathers: The Five Ps. http://edis.ifas.ufl. edu/Body_HE140. (12/18/02)

Evans, G.D. 1999, The Hidden Benefits of Being an Involved Father. http://edis.ifas. ufl.edu/Body_HE137 . (12/18/02)

Fathering Interprise. 1995-1996, Fathering in the Nineties. http://www.fathermag.com/htm/modules/july95/xnineties.htm/. (12/14/02)

Hart, J. 2002, The Importance of Fathers in Children's Asset Development. http://fairfield.osn,edu/parent/parentparth june17.htm/. (11/23/02)

______,1999, The Meaning of Father Involvement for Children. http://fairfield.osn. edu/parent/parentparthjune20.htm/ (11/23/02)

Hilliard, D.R. 1996, Qualities of Successful Father-child Relationships. http://www.YouthandReligion.org/Resources/ ref_age.htm/ (12/14/02)

Idris, Z. 1981, Dasar-Dasar Kependidikan. Padang: Angkasa Rayon. Idris, Z. & Jamal, L. 1992, Pengantar Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Jacobson, L. 1996, A Father's Challenge: Reaching Your Daughter at School. http://npin.org/library/pre1998/n00407/n00407.htm/ (12/16/02)

Jaim, A. Belsky, J. & Crnic, K. 1996, Beyond Fathering Behaviors: Types of Dads, Journal of Family Psychology,V.10/4. http://www.questio.com/ (12/17/02)

Lighfoot, L. 2002, Dads, Other Special People Will Go Bach to School. http://www/ Waschool.kiznv.us/dietri. (12/17/02)

McAdoo, J.L. 1993, Understanding Fathers: Human Services Perspectives in Theory and Practice. http://npin.org/library/ 2001/n00598/n00598.htm/. (12/19/02)

Messineo, F. 1996, Collaborations: Building Bonds Between Father & daughters. http://www.tiac.net/nsers/negs/ (12/16/02)

Mitcalf, S. 2002, The Importance of Father Time. http://www. fathermag.com/204/Fathering/. (12/14/02)

National Center for Education Statistic. 1998, Student do Better when their Fathers are Involved at School. http://npin.org/ library/1998/n00066/n00066/.html. (12/16/02)

National Center on Father and Families. 2001, Fathering Indicator Frame Work: A Tool for Quantative and Qualitative Analysis. http://www.ncoff.qse. upenn.edu/fif/FoF_report.pdf. (12/18/02)

National PTA. 2002, What Research Tell Us: Benefits of Family Involvement in Education. http://www.myschoolonline.com/ page/0,18H,0-105130-297979, 00.htm/ (12/17/02) Nord, C.W., 1998 rev. 2000, Father Involvement in Schools. http://ericcus.uncg. edu/virtualib/violence/1402.htm/

Parenting Pathways. 1998. Father Role. http://fairfield.osn.edu/ parent/parent parthjune21.htm/ (11/23/02)

Peter, H.J. & Shertzer, B. 1974, Guidance: Program Development and Management (3rd edition). Colombus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Co.

Rilley, R.W. & Shalala, D.E. 2000. A Call Commitment: Fathers' Involvement in Children's Learning. US Dep. Of Education & US Dep. of Healtba and Human Services, http://www.ed.qov/pubs/ parents/calltocommit/ title.htm/ (12/17/02)

Rocky Mountain Family Council. 2002, Fathers' Involvement in Education. http://www.rmfc.org/fs/fs0078.html. (12/17/02)

Semiawan, C.R. 1999/2000, Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud Dirjen PT. Suhartono, I. 1999, Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

The Family Works, 2002. Calling All Dads: Getting More Man Involved Their Children Education. http://www.thefamily workers.org/Parenting/call Dads.htm. (12/16/02)

US Departement of Education. 2002, Father Involvement in Education. http://www. acorns.k12.tn.US/Parents/Fathers.htm. (12/28/02)

Wood Elementary Dad's Club, 2002, Involved Fathers Make A Deference!. http://66.34.55.26/home.html/ (12/18/02)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar