SINDIRAN DIBALIK KESAN BERMARTABAT
By:
M.Gombo
“Jangan mudah terpengaruh”, seperti itulah nasihat orang tua kepada anaknya. Nasihat/petuah itu diberikan karena orang tua tersebut sangat menyayangi si anaknya, bukan membencinya. Mengapa orang tua memberikan nasihat seperti itu, karena ia sangat menginginkan anaknya harus sukses dalam pertumbuhan dan perkembangan serta masa depan karirnya.
Namun, anak yang sudah terlanjur dalam dunianya, tidak mudah merubah bahkan sering membangkang bahkan bersikap pura-pura baik (hypocrite), akhirnya apa yang terjadi, brocken lah hidupnya. Kira-kira seperti itu terjadi pada anak yang sok tahu, sok jago, sok pinter, sok berkuasa. Ada bunyi pepatah klasik bahwa ” Tupai itu pandai-pandai melompat, namun suatu ketika dia jatuh juga ke tanah”. Sering kali manusia dalam melakukan sebuah kegiatan tentunya melakoni berbagai cara untuk meloloskan/menghasilkan kegiatan tersebut. Misalnya, Kedua pemuda dan pemudi melakukan suatu hubungan selalu mencari cara dan menggunakan trik tersebut untuk mengelabui orang tua kedua pasangan itu, namun pada akhirnya ketangkap juga perilaku dan dampaknya.
Cara itu juga dipakai oleh manusia di dunia ini baik itu individu, kelompok atau lembaga untuk merencanakan segala ragam program dengan mengatas namakan “Pembangunan, Kesejahteraan Umum, dsb untuk menghancurkan harga diri manusia di suatu wilayah atau daerah. Dalam hal ini kita mencermati kondisi masyarakat modern saat ini, diperkenalkan dengan istilah “ TRANSFER TEKNOLOGI” antar Negara. Dalam melakukan persetujuan untuk melakukan kegiatan transfer teknogi ini dengan cara yang sangat simpatik dan elegant antar kedua kelompok itu. Si pemberi teknologi hadir dengan sikap yang simpatik kepada pemimpin kelompok penerima teknologi oleh janji manis (lip service) dari kelompok pemberi. Sehingga hancurlah hati si penerima tanpa memikirkan mahalnya harga diri sebagai suatu kelompok masyarakat yang memiliki potensi yang sangat besar untuk mampu melakukan sama dengan si pemberi. Cara seperti inilah dimana awal menghancurkannya potensi diri dengan cara menjual diri dengan harga yang murah.
Padahal, teknologi yang ditransfer tersebut dianggap oleh si pemberi teknologi sudah sangat USANG.(Kadarluwarsa). Di tinjau secara ekonomi, negara mana atau siapa yang mau menjual tekonologi ciptaannya dengan murah kepada Negara lain untuk mengembangkan di wilayahnya?. Hal itu sangat tidak mungkin (imposible). Karena kelompok pemilik teknologi tahu bahwa teknologi itulah memberi nafkah kepada keluarganya, kelompoknya dan bahkan negaranya. Untuk itu selama ini ada kelompok masyarakat atau negara berkembang yang hendak menerima teknologi baru dalam program Tranfer Teknogi berarti perlu menyadari bahwa anda tidak pernah dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi teknologi. Program ini merupakan program penyindiran kepada kelompok tertentu oleh si pemberi teknologi. Mereka berfikir bahwa hasil produk dari teknologi itu rendah dan tidak dapat menyaingi dia sebagai pemilik utama merek teknologi.(Trasna, 2011)
Kalau seperti itu terjadi, maka siapa yang disalahkan?. Perlu direfleksi dengan baik. Berhubungan dengan itu Ilmuwan besar Yunani Aris toteles mengatakan bahwa Jalan ke surga itu dihiasi penuh kebaikan.(Deliarnov,2009:hl.) Kebaikan dalam arti kebaikan semu. Jangan berfikir bahwa pemberian teknologi itu berarti mereka (pemberi) menghargai potensi dan kemampuan anda, namun justru mereka menghina eksistensi keilmuan anda dan semua yang dimilikinya. Dari mana asal datangnya penghinaan itu?.Penghinaan itu terjadi karena pilihan yang tidak selektif. Hidup ini memang pilihan, namun pilihan mustinya selektif dan menguji pula kualitas pilihan kita, bahwa berapa lamakah pilihan itu dapat mensejahterakan atau menolong saya. Pilihan bukan pilihan tanpa selektif asal senang. Kesalahan atau musibah itu penyebabnya bukan siapa-siapa, namun semua itu terlahir dari dirinya sendiri dimana tidak pernah menghargai potensi dirinya sebagai manusia yang memiliki kemampuan sama dengan kelompok umat manusia lain didunia ini.
Ada beberapa penyebab penghinaan, yaitu:
1. Tidak selektif menerima;
2. Tidak menghormati keilmuan anak negeri;
3. Tidak pernah memanage dengan baik dan benar potensi diri;
4. Ikut-ikutan atau tak berpendirian.
5. Terkikisnya rasa Nasionalisme.
Kalau seperti itu adanya, sampai kealam kuburpun tidak pernah dihargai bahkan dikemas bukan dengan kain lenan, namun dikemas jenazahnya dengan karung goni, karena dirinya tidak pernah menghargai diri sendiri sebagai manusia layaknya. Bangkitkan semangatmu, bangkitkan nasionalismemu, sebab itulah modal dan harga diri yang harus dipertahankan, walaupun kerja sama itu sangat penting. Karena kerja sama dengan maksud terselubung juga dapat merugikan pihak lain. Pihak lain memperoleh keuntungan dalam kebutaan pihak lain tentang informasi objek yang diberikan atau dipertukarkan.
………………………………………………………………………………………………
Reference: Deliarnov,2009: Perkembangan Pemikiran Ekonomi; Raja wali Press. Trasna:2011. Diktat Ekon.Perencanaan, Pascasarjana MIA, UNCEN. Agus Herta S, 2010: Jurus Mabuk Membangun Ekonomi Rakyat,. Indeks. Pius A.Partanto, 2010:Kamus Populer Ilmiah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar